Disiplin
berarti perangkat peraturan yang berlaku untuk menciptakan kondisi tertib dan
teratur (Sumarno (Roy Rahman, 2012)). Disiplin suatu yang berkenaan dengan
pengendalian diri seseorang terhadap bentuk-bentuk aturan. Disiplin berkaitan
pula dengan motivasi karena dengan adanya disiplin anak terdorong melakukan
perbuatan-perbuatan tertentu untuk mencapai apa yang diharapkan orang lain
darinya, apakah itu keluarga, guru maupun teman-temannya (Belajar E-Learning PEMBINAAN
DISIPIN DAN PERILAKU ANAK.htm). Disiplin merupakan bentuk perilaku patuh
dan tunduk terhadap peraturan yang berlaku tetapi kebutuhan itu lebih
ditekankan pada kesadaran diri akan tetapi pada kenyataannya disiplin manusia
dilatar belakangi karena adanya paksaan dan mengekang. Penerapan kedisiplinan
diterapkan dimana saja akan tetapi Penerapan kedisiplinan lebih nyata
diterapkan pada lembaga pendidikan seperti di sekolah walaupun ditempat lain
juga diterapkan kedisiplinan.
Disiplin
di sekolah berorientasi pada kewajiban guru dalam mendidik siswa dengan
menanamkan disiplin pribadi yaitu takwa terhadap Tuhan yang Maha Esa. Menyimak
dan menyaksikan pemberitaan di media massa dan elektronik akhir-akhir ini
menggambarkan bahwa tingkat kedisiplinan siswa umumnya masih tergolong
memprihatinkan. Kuantitas pelanggaran yang dilakukan oleh siswa semakin
bertambah dari waktu ke waktu. Dari berbagai jenis pelanggaran tata tertib
sekolah, misalnya banyaknya siswa yang bolos atau pergi pada waktu jam belajar,
perkelahian, terlambat datang ke sekolah, malas belajar, sering tidak masuk
sekolah, tidak mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru, tidak membuat
pekerjaan rumah, merokok, dan lain-lain.
Sekolah
merupakan tempat terjadinya proses pendidikan untuk mencapai sumber daya
manusia yang diharapka, dan manusia yang berkualitas. Sekolah juga membentuk
bertugas membentuk kepribadian yang luhur, mulia, serta berdisiplin tinggi.
Kenyataannya sering kali dijumpai siswa yang tidak disiplin dan menyimpang dari
norma. Untuk mengatasi permasalahan tersebut terbentuklah suatu perturan untuk
membentuk kedisiplinan tetapi dengan adanya peraturan yang diterapkan masih
saja ada siswa yang melakukan pelanggaran. Hal ini dikarenakan tingkat
kedisiplinan setiap siswa dalam menerima dan mengembangkan kepatuhan terhadap
peraturan disekolah berbeda-beda. Untuk mengatasi hal tersebut beberapa sekolah
menerapkan hukuman atau sanksi atas pelanggaran yang dilakukan untuk
memperbaiki perilaku-perilaku siswa. Akan tetapi peranan guru sebaiknya tidak
pada perilaku menghukum siswa. Guru yang sering menghukum siswa mengganggu
hubungan kepercayan dan berbagai
informasi yang diperlukan dari siswa.
Setiap
siswa perlu memahami akan adanya
peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh sekolah. Setiap siswa yang
melanggar ditangani oleh guru pembimbing agar selanjutnya mendapatkan pelayanan
bimbingan konseling. Untuk menciptakan kedisiplinan dalam pendidikan yang
bersahabat seorang guru pembimbing haruslah betul-betul bersikap humanis kepada
siswa yang melakukan pelanggaran agar dapat menciptakan hubungan yang saling percaya dan nyaman untuk mendapatkan berbagai informasi
siswa yang bermasalah dan tidak menimbulkan rasa dendam dibenak siswa, serta
tidak menimbulkan kekecewaan.
Dalam
penerapan kedisiplinan dalam pendidikan yang bersahabat, guru pembimbing maupun
guru mata pelajaran disarankan memiliki kompetensi kepribadian yang
memperlihatkan sikap yang bersahabat atau komunikatif, memiliki pribadi yang
menyenangkan, empatik, hangat, terbuka, mampu menerima perasaan, menghargai dan
memberikan pemahaman yang baik tentang kedisiplinan yang bertujuan untuk menumbuhkan
sikap yang positif dan produktif agar meningkatkan ketaatan siswa terhadap
aturan serta mendorong kepatuhan siswa.
Sumber bacaan:
Yuli
Fajar Susetyo,
perilakau mengajar humanis
Sisrianti, dkk Persepsi Siswa tentang Kompotensi
Kepribadian Guru Bimbingan dan Konseling/ konselor.
Pratiwi
Fajrin, Studi
Deskriptif Pemahaman Kedisiplinan dalam Mentaati Tata Tertib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar