BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Telah kita
ketahui sebelumnya bahwa pelaku filsafat adalah akal, dan musuh (atau
partner)-nya adalah hati dan rasa. Pertentangan atau kerja sama antara akal dan
hati itulah pada dasarnya isi sejarah filsafat. Memang pusat kendali kehidupan
manusia terletak di tiga tempat, yaitu indera, akal dan hati. Namun, akal dan
hati itulah yang paling menentukan.
Pada sejarah
filsafat kelihatan akal pernah menang dan juga pernah kalah; hati pernah
berjaya, pernah kalah, pernah juga
kedua-duanya sama-sama menang. Di antara keduanya dalam sejarah, telah terjadi
pergumulan berebut dominasi dalam mengendalikan kehidupan manusia.
Akal yang
dimaksud di sini adalah akal logis yang bertempat di kepala, sedangkan hati
ialah rasa yang kira-kira bertempat di dalam dada. Akal itulah yang
menghasilkan pengetahuan logis yang disebut filsafat, sedangkan hati pada
dasarnya menghasilkan pengetahuan supralogis yang disebut pengetahuan mistik
iman salah satunya.
Rivalitas
antara kedua-duanya telah terjadi di dalam sejarah peradaban. Pada zaman Yunani
Kuno, secara pukul rata akal menang. ini dihentikan oleh Socrates sehingga akal dan hati
sama-sama menang.
Untuk dapat mengetahui bagaimana
akal dan hati pada zaman Yunani kuno terutama oleh Parmanides dan Protagoras
maka di tulislah makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
Adapun
masalah yang akan kami sampaikan pada kesempatan ini terbatas hanya pada
bahasan dibawah ini, yaitu:
1.
Akal dan hati menurut Parmanides
2.
Akal dan hati menurut Protagoras
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Parmenides
(540-475 SM)
Parmenides
lahir pada tahun 450 SM dan meninggal pada tahun 470 SM. Ia berasal dari kota
Elea, Italia Selatan. Ia adalah murid Xenophanes, pendiri madzhab Elea. Namun
pada akhirnya dirinyalah yang paling menonjol diantara para penganut madzhab
Elea. Sekalipun ia adalah murid Xenophanes, ia tidak mengikuti
pandangan-pandangan Xenophanes. Pengaruh sang guru terhadap dirinya hanyalah
dalam penggunaan puisi untuk menyampaikan filsafatnya.
Parmenides
aktif dalam dunia politik dan konon ia ikut membentuk undang-undang bagi
kotanya. Selain itu, ia adalah seorang tokoh relativisme yang
penting. Ia dikenal sebagai logikawan pertama dalam sejarah filsafat, bahkan
bisa dikatakan filsuf pertama dalam pengertian modern. Sistemnya
secara keseluruhan disandarkan pada dedukasi logis, tidak seperti Heraclitos
misalnya, yang menggunakan metode intuisi. Ia sangat dihargai oleh
filsuf-filsuf lainnya, termasuk Plato dan Aristoteles. Plato amat menghargai
metode Parmenides dan lebih banyak mengambil pemikirannya dibandingkan
dengan filsuf-filsuf pendahulunya.
Ia berpendapat bahwa hanya pengetahuan yang tetap dan umum
yang mengenai yang satu sajalah (pengetahuan
budi) yang dapat dipercaya. Pengetahuan budi itulah yang dapat dipercayai,
kalau ia benar maka sesuailah ia dengan realitas. sebab itu yang merupakan
realitas bukanlah yang berubah dan bergerak serta beralih dan bermacam-macam,
melainkan yang tetap. Realitas bukanlah yang menjadi melainkan ada. Hal ini
berbeda dengan pendapat Heraclitos yaitu bahwa realitas adalah gerak dan
perubahan.
Dalam The way of Truth Parmanides bertanya: Apa standar kebenaran
dan apa ukuran realitas? Bagaimana hal itu dapat dipahami? ia menjawab :
ukurannya ialah logika yang konsisten. Contoh. Ada 3 cara berfikir tentang
Tuhan : pertama ada, kedua tidak ada, dan ketiga ada dan tidak ada. Yang benar
ialah ada (1) tidak mungkin meyakini yang tidak ada (2) sebagai ada karena yang tidak ada
pastilah tidak ada. Yang (3) tidak mungkin karena tidak mungkin Tuhan itu ada
dan sekaligus tidak ada. Jadi, benar-tidaknya suatu pendapat diukur dengan
logika. Disinilah muncul masalah. Bentuk ekstrem pernyataan itu adalah bahwa
ukuran kebenaran adalah akal manusia.
Yang ada
itu ada, yang
ada tidak dapat hilang menjadi tidak ada, dan yang tidak ada tidak mungkin
muncul menjadi ada, yang tidak adalah tidak ada, sehingga tidak dapat
dipikirkan. Yang dapat dipikirkan adalah hanyalah yang ada saja sedangkan yang
tidak ada tidak dapat dipikirkan. Jadi, yang ada itu satu, umum, tetap dan
tidak dapat dibagi-bagi. Karena membagi yang ada akan menimbulkan atau
melahirkan banyak ada, dan itu tidak mungkin.yang ada dijadikan dan tidak dapat
musnah.yang ada di segala tempat, oleh karenanya tidak ada ruangan yang kosong
, maka di luar yang ada masih ada sesuatu yang lain.
Parmenides (abad 5 SM)
filosof Yunani, lahir di Ilea, Italy, pendiri mazhab Ileatic. Ia adalah
pengikut Xenophanes, guru Zeno, dan mempengaruhi pemikiran Plato. Plato
menamakan dialognya Parmenides, diambil dari namanya, yang menampilkan
pendirian filosofisnya yang utama. Parmenides menulis On Nature, sebagai puisi
didaktik dalam tiga bagian; puisi pendahuluan; “Di Jalan Kebenaran”; dan “Jalan
Kepalsuan atau Ilusi”.
B.
Protagoras
Protagoras
lahir dikota Abdera, didaerah Thrake, sekitar tahun 485 SM. Ia kerap kali
datang ke Athena dan disana ia termasuk orang yang diperhitungkan dikalangan
sekitar Perikles. Atas permintaan Perikles, Ia mengambil bagian dalam
mendirikan kota perantauan, Thurioi, di Italia Selatan pada tahun 444 SM. Ia
juga diminta untuk mengarang undang-undang dasar untuk wilayah baru tersebut.
Dikenal
sebagai sofis pertama, Protagoras sangat terkenal dengan pernyataannya,
“manusia adalah ukuran dari segala sesuatu.” Manusia adalah ukuran kebenaran dan
kebenaran itu bersifat pribadi. Sehingga tidak akan ada ukuran absolut dalam
etika, metafisika, maupun agama. Bahkan teori matematika juga dianggap tidak
mempunyai kebenaran yang absolut.
Protogoras
adalah salah seorang yang paling awal mengemukakan pandangan relativisme, dan
menurut beberapa catatan, ia disiksa menurut keyakinannya itu. Sebagian besar
catatan tentang protagoras banyak diketahui dari tulisan Plato, terutama yang
berjudul Protagoras.
Di
dalam buku yang berjudul "Kebenaran", Protagoras menyatakan:
"Manusia adalah ukuran untuk segala-galanya: untuk hal-hal yang ada
sehingga mereka ada, dan untuk hal-hal yang tidak ada sehingga mereka tidak
ada."
Manusia
yang dimaksud di sini adalah manusia sebagai individu. Dengan
demikian, pengenalan terhadap sesuatu bergantung pada individu yang merasakan
sesuatu itu dengan panca indranya. Contohnya bagi orang yang merasa sakit,
angin dapat terasa dingin. Sedangkan bagi orang yang sehat, angin itu terasa
panas. Di sini kedua orang tersebut benar, sebab pengenalan terhadap angin
berdasarkan keadaan fisik dan psikis orang-orang tersebut. Pandangan seperti
ini dapat dikatakan relativisme sebab kebenaran didasarkan pada
masing-masing orang yang merasakannya.
C.
AKAL DAN HATI
Yang dimaksud akal disni adalah akal logis yang ada dikepala
sedangkan hati adalah rasa yang kira-kira ada didalam dada. Akal itulah yang
menghasilkan pengetahuan logis yang disebut filsafat sedangkan hati pada dasarnya
menghasilkan pengetahuan supralogis yang disebut pengetahuan mistik, ima
termasuk disini.
Revalitas antara keduanya telah terjadi didalam sejarah peradaban,
titik merah yang disitu telah terjadi pertarungan hebat keduanya mula-mula
terjadi antara sufisme dan Socrates yang kedua anatra credo ut intelligamnya abad
pertengahan dan derscrates dan yang ketiga sofisme disatu pihak dan Kant
dipihak lain.pada zaman yunani kuno secara pukul rata akal menang ini
dihentikan oleh Socrates sehingga akal dan hati sama-sama menang. Pada zaman
skolastik abad pertengahan kemenangan ada pada pihak hati (iman) yang
dihentikan oleh descrates. Setelah itu ada lagi yang mengerem akal yaitu Kant.
Hasilnya Kant memenangkan kedua-duanya.
Ciri umum filsafat yunani adalah rasionalisme . rasionalisme yunani
itu mencapai puncaknya pada orang-orang sofis. Untuk dapat melihat rasionalisme
sofis perlu dipahami lebih dahulu latar belakangnya. Latar belakang itu
terletak pada pemikiran filasafat yang ada sebelumnya.
Pada zaman sofis keadaan banyak berubah. Pada zaman ini akal dapat
dikatakan menang mutlak. Manusia adalah ukuran kebenaran, juga semua kebenaran
relatif yang merupakan ciri filsafat sufisme, jelas merupakan pertanda bahwa
akal sudah menang mutlak terhadap iman. benar tidaknya suatu pendapat diukur
dengan logika. Bentuk ekstrim dari pernyataan itu ialah akal manusia. Ukuran
dari kebenaran ialah manusia. Akibatnya adalah kekacauan kebenaran yaitu
kekacauan kebenaran. Tidak adanya ukuran yang dapat berlaku umum tentang
kebenaran, jelas merupakan penyebab kekacauan itu. Akibat selanjutnya iyalah
semua teori sains diragukan, semua akidah dan kaidah agama dicurigai. Ini sudah
cukup untuk dijadikan bukti bahwa manusia zaman itu telah hidup tanpa pegangan.
Keadaan itu disertai pula oleh munculnya pembela-pembela kebenaran. Mereka
mengajar, menjadi guru terutama bagi pemuda dalam filsafat, mereka menjadi
filosof dan menjadi hakim. Bayangkan apa yang akan terjadi lebih lanjut
kekacauan meluas hingga hadirlah socrates.
Berdasarkan uraian tersebut dapat kita ketahui bahwa permanides
adalah filsuf yunani yang berpandangan bahwa yang benar adalah sesuatu yang
abadi, permanen, tidak berubah dan tetap. Baginya yang ada adalah ada yang ada
tidak mungkin berubah menjadi ada dan yang tidak ada tidak mungkin berubah
menjadi ada. Sedangkan menurut protagoras, manusia adalah ukuran kebenaran dan
kebenaran itu bersifat pribadi sedangkan manusia yang di maksud adalah manusia
secara individu. pada masa ini akal lebih mendominasi dibandingkan dengan hati.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan berdasarkan uraian tersebut ialah benar tidaknya suatu pendapat diukur dengan logika. Bentuk ekstrim
dari pernyataan itu ialah akal manusia. Ukuran dari kebenaran ialah manusia.
B. Saran
Dalam
penulisan makalh ini kami mengetahui masih terdapat banyak kekurangan olehnya
itu kami mengharap kritik dan saran dari para pembaca dan pendengar untuk
penyempurnaan pembuatan makalah kami kedepannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Murtiningsih, Wahyu.2012.Para Filsuf dari Plato sampai Ibnu Bajjah.Jogjakarta:IRCiSoD.
Tafsir,Ahmad.
2013.Filsafat Umum Akal dan Hati sejak
Thales sapai Capra.Bandung:Rosda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar